Idul Adha (di Republik Indonesia, Hari Raya Haji, bahasa Arab: عيد الأضحى) adalah sebuah hari raya Islam. Pada hari ini diperingati peristiwa kurban, yaitu ketika nabi Ibrahim (Abraham), yang bersedia untuk mengorbankan putranya Ismail untuk Allah, akan mengorbankan putranya Ismail, kemudian digantikan oleh-Nya dengan domba.
Pada hari raya ini, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan salat Ied bersama-sama di tanah lapang, seperti ketika merayakan Idul Fitri. Setelah salat, dilakukan penyembelihan hewan kurban, untuk memperingati perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang menyembelih domba sebagai pengganti putranya.
Hari Raya Idul Adha jatuh pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah, hari ini jatuh persis 70 hari setelah perayaan Idul Fitri. Hari ini juga beserta hari-hari Tasyrik diharamkan puasa bagi umat Islam.
Pusat perayaan Idul Adha adalah sebuah desa kecil di Arab Saudi yang bernama Mina, dekat Mekkah. Di sini ada tiga tiang batu yang melambangkan Iblis dan harus dilempari batu oleh umat Muslim yang sedang naikHaji.
Hari Idul Adha adalah puncaknya ibadah Haji yang dilaksanakan umat Muslim.
Bahwa bila umat Islam meyakini, bahwa pilar dan inti dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah, sementara Hari Arafah itu sendiri adalah hari ketika jamaah haji di tanah suci sedang melakukan wukuf di Arafah, sebagaimana sabda Nabi saw.:
«اَلْحَجُّ عَرَفَةُ»
Ibadah haji adalah (wukuf) di Arafah. (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, al-Baihaqi, ad-Daruquthni, Ahmad, dan al-Hakim. Al-Hakim berkomentar, “Hadits ini sahih, sekalipun beliau berdua [Bukhari-Muslim] tidak mengeluarkannya”).
Maka mestinya, umat Islam di seluruh dunia yang tidak sedang menunaikan ibadah haji menjadikan penentuan hari Arafah di tanah suci sebagai pedoman. Bukan berjalan sendiri-sendiri seperti sekarang ini. Apalagi Nabi Muhammad juga telah menegaskan hal itu. Dalam hadits yang dituturkan oleh Husain bin al-Harits al-Jadali berkata, bahwa amir Makkah pernah menyampaikan khutbah, kemudian berkata:
«عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللهِ e أَنْ نَنْسُكَ لِلرُّؤْيَةِ فَإِنْ لَمْ نَرَهُ وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا»
Rasulullah saw. telah berpesan kepada kami agar kami menunaikan ibadah haji berdasarkan ru’yat (hilal Dzulhijjah). Jika kami tidak bisa menyaksikannya, kemudian ada dua saksi adil (yang menyaksikannya), maka kami harus mengerjakan manasik berdasarkan kesaksian mereka. (HR Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruquthni. Ad-Daruquthni berkomentar, “Hadits ini isnadnya bersambung, dan sahih.”).
Hadits ini menjelaskan : Pertama, bahwa pelaksanaan ibadah haji harus didasarkan kepada hasil ru’yat hilal 1 Dzulhijjah, sehingga kapan wukuf dan Idul Adhanya bisa ditetapkan. Kedua, pesan Nabi kepada amir Makkah, sebagai penguasa wilayah, tempat di mana perhelatan haji dilaksanakan, untuk melakukan ru’yat; jika tidak berhasil, maka ru’yat orang lain, yang menyatakan kesaksiannya kepada amir Makkah.
Kurban dalam bahasa Arab sendiri disebut dengan qurbah yang berarti mendekatkan diri kepada Allah. Dalam ritual Idul Adha itu terdapat apa yang biasa disebut udlhiyah (penyembelihan hewan kurban). Pada hari itu kita menyembelih hewan tertentu, seperti domba, sapi, atau kerbau, guna memenuhi panggilan Tuhan.
Idul Adha juga merupakan refleksi atas catatan sejarah perjalanan kebajikan manusia masa lampau, untuk mengenang perjuangan monoteistik dan humanistik yang ditorehkan Nabi Ibrahim. Idul Adha bermakna keteladanan Ibrahim yang mampu mentransformasi pesan keagamaan ke aksi nyata perjuangan kemanusiaan.
Dalam konteks ini, mimpi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail, merupakan sebuah ujian Tuhan, sekaligus perjuangan maha berat seorang Nabi yang diperintah oleh Tuhannya melalui malaikat Jibril untuk mengurbankan anaknya. Peristiwa itu harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang menunjukkan ketakwaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Ibrahim pada titah sang pencipta.
Ritual kurban bukan cuma bermakna bagaimana manusia mendekatkan diri kepada Tuhannya, akan tetapi juga mendekatkan diri kepada sesama, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan. Ibadah kurban juga mencerminkan dengan tegas pesan solidaritas sosial Islam, mendekatkan diri kepada saudara-saudara kita yang kekurangan.
Dengan berkurban, kita mendekatkan diri kepada mereka yang fakir. Bila Anda memiliki kenikmatan, Anda wajib berbagi kenikmatan itu dengan orang lain. Bila Anda puasa, Anda akan merasa lapar seperti mereka yang miskin. Ibadah kurban mengajak mereka yang mustadh’afiin untuk merasakan kenyang seperti Anda.
Atas dasar spirit itu, peringatan Idul Adha dan berkurban memiliki tiga makna penting sekaligus. Pertama, makna ketakwaan manusia atas perintah sang Khalik. Kurban adalah simbol penyerahan diri manusia secara utuh kepada sang pencipta, sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang sangat kita kasihi.
Kedua, makna sosial, di mana Rasulullah melarang kaum mukmin mendekati orang-orang yang memiliki kelebihan rezeki, akan tetapi tidak menunaikan perintah kurban. Dalam konteks itu, Nabi bermaksud mendidik umatnya agar memiliki kepekaan dan solidaritas tinggi terhadap sesama. Kurban adalah media ritual, selain zakat, infak, dan sedekah yang disiapkan Islam untuk mengejewantahkan sikap kepekaaan sosial itu.
Ketiga, makna bahwa apa yang dikurbankan merupakan simbol dari sifat tamak dan kebinatangan yang ada dalam diri manusia seperti rakus, ambisius, suka menindas dan menyerang, cenderung tidak menghargai hukum dan norma-norma sosial menuju hidup yang hakiki.
Alquran menganjurkan kita agar mengikuti agama Ibrahim yang hanif, lurus dan tidak menyimpang. Pesan kurban harus mampu menjawab persoalan nyata yang dihadapi umat, seperti perwujudan kesejahteraan, keadilan, persaudaraan, dan toleransi. Sulit membayangkan jika banyak umat yang saleh secara ritual, khusyuk dalam berdoa, dan rajin berkurban, tetapi justru paling tak peduli pada tampilnya kemungkaran.
SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1431 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda :